Gen Z Pilih Slowfashion
https://koranpagi.id/ – Gen Z pilih slowfashion di tengah laju industri fashion yang semakin cepat dan konsumtif, generasi muda justru memilih arah yang berbeda. Di tahun 2025, slowfashion menjadi pilihan gaya hidup yang semakin populer.
Bukan sekadar tren gaya, tapi cerminan dari nilai, kesadaran lingkungan, dan pencarian identitas yang lebih autentik.
Generasi ini tumbuh dalam era digital yang penuh informasi. Mereka akrab dengan isu lingkungan, hak asasi pekerja, dan keberlanjutan. Tak heran jika pilihan mereka dalam berpakaian pun turut mencerminkan kepedulian terhadap hal-hal tersebut. Slowfashion—sebuah konsep yang mendorong konsumen untuk membeli lebih sedikit, lebih berkualitas, dan lebih sadar—menjadi simbol sikap, bukan hanya gaya.
Apa Itu Slowfashion?
Slowfashion merupakan lawan dari fast fashion—model bisnis yang menjual pakaian dengan harga murah dan terus berganti mengikuti tren musiman. Slowfashion mendorong pemilihan pakaian yang lebih tahan lama, dibuat dengan etis, dan ramah lingkungan.
Alih-alih membeli puluhan pakaian murah, pengikut slowfashion lebih memilih untuk membeli satu-dua item berkualitas tinggi, bahkan tidak jarang berasal dari produk lokal, buatan tangan, atau hasil upcycle dari pakaian lama.
Bagi Gen Z, memakai pakaian yang sama berkali-kali di media sosial bukanlah hal memalukan. Sebaliknya, itu menunjukkan konsistensi gaya dan sikap terhadap keberlanjutan.
Mengapa Gen Z Beralih ke Slowfashion?
Ada beberapa alasan mengapa Gen Z memilih slowfashion:

- Kesadaran Lingkungan
Gen Z adalah generasi paling sadar lingkungan dibanding generasi sebelumnya. Mereka tahu bahwa industri fashion adalah salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Mereka juga tahu tentang limbah tekstil, penggunaan air berlebih, serta pencemaran kimia dari pewarna pakaian.
- Nilai Sosial dan Etika
Selain lingkungan, isu tenaga kerja juga menjadi perhatian. Banyak pabrik fast fashion mengeksploitasi buruh dengan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk. Gen Z, yang dikenal kritis dan vokal di media sosial, mulai menolak produk yang tidak etis.
- Gaya Unik dan Personal
Gen Z tidak suka diseragamkan. Mereka menyukai gaya personal yang tidak ditemukan di pusat perbelanjaan. Lewat slowfashion, mereka bisa menciptakan gaya sendiri—entah lewat thrift shopping, menjahit ulang pakaian lama, atau membeli dari brand lokal unik.
- Munculnya Influencer dan Tren Sosial
Banyak influencer fashion saat ini justru mendorong kesadaran terhadap konsumsi. Konten seperti “30 Wears Challenge”, “Closet Detox”, atau “Thrift Flip” menjadi viral. Bahkan selebriti global pun mulai terlihat memakai kembali outfit lama di acara publik.
- Akses Informasi dan Komunitas
Internet membuat informasi soal dampak negatif fast fashion mudah ditemukan. Komunitas slowfashion juga semakin besar, dari forum online, akun edukatif di Instagram, hingga kanal TikTok yang menyebarkan kesadaran secara kreatif.
Slowfashion di Indonesia
Di Indonesia sendiri, tren ini mulai terasa dampaknya. Toko-toko thrift bermunculan tidak hanya di kota besar, tapi juga kota-kota kecil. Pasar daring pun dipenuhi oleh brand lokal yang mengusung prinsip keberlanjutan. Gen Z yang kreatif pun mulai menjahit sendiri, merombak pakaian lama menjadi outfit baru, atau bahkan membuka bisnis fashion berbasis upcycle.
Kegiatan seperti clothing swap (tukar pakaian) atau garage sale kecil-kecilan menjadi tren yang digandrungi anak muda. Bukan hanya menyenangkan, tapi juga memperkuat rasa komunitas dan kesadaran kolektif akan gaya hidup berkelanjutan.
Meski semakin populer, slowfashion tidak lepas dari tantangan. Harga produk slowfashion umumnya lebih mahal dibanding fast fashion, karena proses produksinya yang lebih etis dan berkelanjutan. Hal ini bisa menjadi kendala bagi sebagian Gen Z yang masih bergantung pada uang saku atau penghasilan terbatas.
Namun, Gen Z justru terkenal kreatif dalam menyiasati hal ini. Mereka tidak malu membeli baju bekas, menjahit ulang pakaian lawas, atau bahkan menyewakan pakaian untuk acara khusus. Prinsip utama yang mereka pegang adalah: pakai lebih lama, rawat lebih baik, dan beli lebih bijak.
Baca Juga Artikel Lainnya: Kriteria Asesment SMK3 Sertifikasi Perusahaan
Gen Z pilih slowfashion bukan hanya karena ingin tampil beda, tapi karena mereka peduli. Peduli pada bumi, pada orang-orang yang membuat pakaian mereka, dan pada identitas pribadi yang lebih otentik.
Slowfashion bukan hanya soal pakaian, tapi tentang mengubah cara pandang terhadap konsumsi. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap budaya instan dan serba cepat. Dalam slowfashion, ada nilai, cerita, dan kesadaran yang disematkan di setiap helai kain.
Jika generasi sebelumnya menggunakan pakaian sebagai simbol status, maka Gen Z menggunakannya sebagai simbol sikap. Dan jika tren ini terus tumbuh, bukan tidak mungkin industri fashion di masa depan akan menjadi lebih adil, lebih ramah, dan lebih manusiawi—semua berkat keberanian generasi muda untuk memilih berbeda.